MAKALAH IQ DAN EQ

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
IQ dan EQ merupakan pengajaran tentang belajar dan pembelajaran sebagai bentuk pembuka dari sebuah mata kuliah ini. Tentunya tidak asing lagi tentang IQ dan EQ yang sering muncul dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam tes masuk pendidikan. IQ dan EQ dalam hal ini memiliki hubungan dengan matematika. Tentunya banyak pengaplikasian yang merujuk pada hal tersebut.
Makalah ini tentunya menyadarkan sekaligus memperkenalkan kembali apa itu IQ dan EQ dan apa hubungan dengan matematika. Tentunya IQ dan EQ tidak selalu berhubungan dengan matematika bahkan lebih jelas lagi IQ dan EQ berhubungan dengan kehidupan sehari-hari sekaligus pembelajaran yang ada dan selalu kita terima.
Merujuk dari kehidupan masyarakat sekaligus pengaplikasiaanya dalam matematika. Dan pola kehidupan masyarakat sesungguhnya IQ dan EQ ini memiliki hubungan yang sangat erat atas semua itu. Dari makalah ini akan di bahas secara mendalam tentang IQ dan EQ dan hubungannya dengan matematika sekaligus sebagai bahan bacaan yang baik.

                       
      



B.       Rumusan Masalah
Dalam Pembuatan Makalah Ini Kami Mengambil Rumusan Masalah  :
1.    Apa pengertian IQ dan EQ ?
2.    Apa saja penerapan IQ dan EQ ?
3.    Apa faktor kecerdasan emosional?
4.    Apa saja unsur-unsur EQ?
5.    Bagaimana implementasi IQ dan EQ dalam Pembelajaran Matematika ?

C.      Tujuan Penulisan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah :
1.    Mahasiswa mengetahui Arti IQ dan EQ
2.    Mahasiswa mengetahui cara menerapkan IQ dan EQ
3.    Mahasiswa memahami cara Menganalisis IQ dan EQ
4.    Mahasiswa mengetahui implementasi IQ dan EQ dengan Pembelajaran Matematika
5.    Bahan penilaian Tugas Terstruktur Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran










                            




BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Intelegensi (IQ)
Istilah ini ditemukan sekitar tahun 1912 oleh William Stern. Digunakan sebagai pengukur kualitas seseorang pada masa itu , dan ternyata sekarang dipakai di indonesia. Bahkan untuk masuk ke militer pada saat itu, IQ lah yang menentukan tingkat keberhasilan dalam penerimaan masuk.
            Kecerdasan ini terletak di otak bagian cortex (kulit otak). Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan yang memberikan kita kemampuan untuk berhitung, beranalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi.
            Kecerdasan intelektual atau intelegensi juga merupakan syarat minimum kompetisi. Sementara untuk mencapai prestasi puncak, kecerdasan spiritual lebih besar berperan. Dengan kata lain kecerdasan intelektual dan spiritual keduanya perlu dikembangkan untuk mencapai sukses. Sedangkan untuk mencapai hasil istimewa, kecerdasan spiritual perlu dikembangkan dengan optimal.
            Kecerdasan Intelektual atau intelegensi dapat dikembangkan optimal dengan memahami bagaimana sistem kerja otak manusia dan seperangkat latihan praktis. Jadi bisa disimpulkan IQ adalah kecerdasan yang digunakan berhubungan dengan alam dan pengelolaannya. IQ setiap orang dipengaruhi oleh materi otaknya., yang ditentukan oleh faktor genetika. Namun demikian potensi IQ sangat Besar.      
     Inteligensi atau taraf kecerdasan mengandung arti yang amat luas, namun banyak orang sering salah menginterpretasikannya sebagai IQ (Intelligency Quotient). Inteligensi adalah potensi yang dimiliki seseorang untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Adapun “quotient” adalah satuan ukuran yang digunakan untuk inteligensi.
Westen (1996) seorang pakar psikologi dari Universitas Harvard menjelaskan tentang inteligensi dan IQ secara panjang lebar. Ia mengemukakan bahwa inteligesi berbentuk multifaset artinya inteligensi diekspresikan dalam berbagai bentuk. Pada umumnya, inteligensi diukur di sekolah serta lembaga pendidikan tinggi, dan pengukuran yang dilakukan cenderung bersifat skolastik (kemampuan yang diajarkan di sekolah). Karena hal yang diukur adalah kemampuan yang diajarkan di sekolah, maka mereka yang kurang beruntung memperoleh pendidikan di sekolah cenderung memperoleh skor IQ yang rendah. Padahal, mungkin saja mereka yang tidak bersekolah memiliki taraf kecerdasan lebih tinggi daripada yang bersekolah.
Disamping itu, rumusan taraf kecerdasan pun beraneka ragam bentuknya tergantung pada wilayah kecerdasannya. Ada yang memiliki kecerdasan tinggi dalam ilmu pasti tetapi tidak mampu menggabar atau melukis. Sementara itu, banyak seniman serta perupa memiliki kecerdasan tinggi dan mampu menghasilkan karya seni yang demikian indah namun taraf kecerdasannya tidak dapat diukur karena sementara ini tidak ada pengukuran taraf kecerdasan artistik.
Dewasa ini sejumlah pakar psikologi semakin giat meneliti kembali apa yang dimaksud dan bagaimana cara mengukur inteligensi, dan mereka berpandangan bahwa inteligensi tidak dapat diukur melalui pengukuran kemampuan skolasti semata.
Gardner (1983) misalnya, menjelaskan bahwa inteligensi bukan merupakan konstruk sejumlah kemampuan yang masing-masing dapat berdiri sendiri. Ia beranggapan bahwa sekurang-kurangnya, ada 7 bentuk inteligensi:
1.      Inteligensi bahasa (linguistik),
2.      Inteligensi logika matematika (logic-mathematical),
3.      Inteligensi keruangan (spatial),
4.      Inteligensi musikal (musical),
5.      Inteligensi kinestetik (bodily-kinesthetic),
6.      Inteligensi interpesonal,
7.      Inteligensi intrapersonal,
8.      Inteligensi naturalis,
9.      Inteligensi spiritual, dan
10.  Inteligensi eksistensial.
Tiap-tiap bentuk intelegensi mempunyai keunggulannya masing-masing.

 

 

 


            Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi (IQ)
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan inteligensi sebagai berikut:
1.Faktor Genetik (Pembawaan)
Menurut teori nativisme, anak sejak lahir telah membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu. Sifat-sifat dan dasar-dasar yang dibawa sejak lahir itu dinamakan sifat-sifat pembawaan. Sifat pembawaan ini mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan individu termasuk perkembangan intelegensinya. Menurut teori ini pendidikan dan lingkungan hampir tidak ada pengarunya terhadap perkembangan itelegensi anak. Akibatnya para ahli pengikut aliran nativisme mempunyai pandangan yang pesimistis terhadap pengaruh pendidikan.
Genetik (pembawaan lahir) sangat mempengaruhi perkembangan intelegensi seseorang. Arthur Jensen  berpendapat bahwa kecerdasan pada umumnya diwariskan dan lingkungan hanya berperan minimal dalam mempengaruhi kecerdasan. Jensen meninjau riset tentang kecerdasan, yang kebanyakan melibatkan perbandingan-perbandingan skor tes IQ pada anak kembar identik dan kembar tidak identik. Pada anak kembar identik, korelasi rata-rata skor tes kecerdasan sebesar 0,82, hal ini menunjukkan asosiasi positif yang sangat tinggi. Sedangkan untuk anak kembar yang tidak identik, korelasi rata-rata skor tes kecerdasannya sebesar 0,50 yang menunjukkan korelasi positif yang cukup tinggi. Jadi, berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Arthur Jensen tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan diturunkan secara genetik.  
Untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh genetik terhadap perkembangan intelegensi anak, dapat kita lihat pada konsep heritabilitas. Heritabilitas adalah bagian dari variansi dalam suatu populasi yang dikaitkan dengan faktor genetik. Indeks heritabilitas di hitung menggunakan teknik korelasional. Jadi, tingkat paling tinggi dari heritabilitas adalah 1,00, korelasi 0,70 keatas mengindikasikan adanya pengaruh genetik yang kuat. Sebuah komite, yang terdiri dari peneliti-peneliti terhormat yang dihimpun American Psychological Association, menyimpulkan bahwa pada tahap remaja akhir, indeks heritabilitas kecerdasan kira-kira 0,75, hal ini mengindikasikan adanya pengaruh genetik yang kuat terhadap perkembangan intelegensi.
Indeks heritabilitas mengasumsikan bahwa kita dapat memperlakukan pengaruh-pengaruh lingkungan dan genetika sebagai faktor-faktor yang terpisah, di mana tiap-tiap bagian memberi kontribusi berupa sejumlah pengaruh yang unik. Faktor genetik dan faktor lingkungan selalu bekerja bersama-sama, gen selalu ada dalam suatu lingkungan dan lingkungan mempertajam aktivitas gen.

2. Faktor Lingkungan
 
Menurut teori empirisme manusia tidak memiliki pembawaan hidupnya sejak lahir sampai dewasa semata-mata ditentukan oleh faktor lingkungan hidup dan pendidikan. Menurut teori ini segala sesuatu yang terdapat pada jiwa manusia dapat diubah oleh pendidikan. Watak, sikap dan tingkah laku manusia dianggapnya bisa dipengaruhi seluas-luasnya oleh pendidikan. Pendidikan dipandang mempunyai pengaruh yang tidak terbatas.
Lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan intelegensi seseorang. Hal ini berdasarkan hasil studi yang dilakukan para peneliti dengan melakukan kunjungan dan observasi kerumah-rumah, seberapa ekstensifnya para orang tua (dari keluarga profesional yang kaya-raya hingga keluarga profesional yang berpendapatan menengah) berbicara dan berkomunikasi dengan anak-anak mereka yang masih belia. Hasilnya menunjukkan bahwa orang tua yang berpendapatan menengah lebih banyak berkomunikasi dengan anak-anak mereka yang masih belia dibandingkan dengan orang tua dari kalangan kaya-raya. Berdasarkan hail studi tersebut menunjukkan bahwa semakin sering orang tua berkomunikasi dengan anak-anak mereka, skor IQ anak-anak tersebut semakin tinggi.  
Selain itu, lingkungan sekolah juga mempengaruhi perkembangan intelegensi seseorang. Anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan formal dalam jangka waktu yang lama akan mengalami penurunan IQ. Hal ini berdasarkan hasil studi terhadap anak-anak di Afrika Selatan yang mengalami penundaan bersekolah selama empat tahun menemukan adanya penurunan IQ sebesar lima poin pada setiap tahun penundaan.
Seorang peneliti dari Universitas Colombia Prof. Irving Lorge  mengungkapkan bahwa IQ seseorang berhubungan dengan tingkat pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula skor IQ-nya.
Pengaruh lain dari pendidikan dapat dilihat pada peningkatan pesat skor tes IQ di seluruh dunia. Skor IQ meningkat sangat cepat sehingga orang-orang yang dianggap memiliki kecerdasan rata-rata pada abad sebelumnya akan menjadi orang-orang yang dianggap memiliki kecerdasan di bawah rata-rata di abad ini. Karena peningkatan tersebut terjadi dalam waktu relatif singkat, hal itu tidak mungkin diakibatkan oleh faktor keturunan. Peningkatan ini di mungkinkan karena meningkatnya tingkat pendidikan yang diperoleh sebagian besar populasi didunia, atau karena faktor-faktor lingkungan yang lain seperti ledakan informasi yang dapat diakses orang-orang di seluruh dunia.  
Banyak orang tua dengan pendapatan yang rendah memiliki kesulitan menyediakan lingkungan yang secara intelektual menstimulasi anak-anak mereka. Program-program yang mendidik orang tua untuk menjadi pengasuh yang lebih sensitif dan guru yang lebih baik, serta adanya layanan dukungan seperti program-program pengasuhan anak berkualitas, dapat membuat perbedaan dalam perkembangan intelektual anak.
Dalam buku Psikologi Pendidikan oleh H. Jaali, faktor yang mempengaruhi intelegensi antara lain sebagai berikut:
  1. Faktor Bawaan. Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar. Dan pintar sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.
  2. Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas. Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar,sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
  3. Faktor Pembentukan. Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.
  4. Faktor Kematangan. Dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik mauapun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Oleh karena itu, tidak diherankan bila anak anak belum mampu mengerjakan atau memecahkan soal soal matematika di kelas empat sekolah dasar, karena soal soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan faktor umur.
  5. Faktor Kebebasan. Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kelima faktor diatas saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Jadi, untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau berpatokan kepada salah satu faktor saja.
B.       Implementasi IQ dalam Pembelajaran Matematika
Matematika dengan psikologi sangatlah berhubungan dan saling berkaitan. Matematika selalu dibutuhkan dan digunakan untuk berbagai ilmu, tak bisa dipungkiri psikologi juga menerapkan ilmu matematika dalam pengerjaannya.
Sebagai contohnya dalam penerapan ilmu statistika serta kuesioner, keduanya tersebut merupakan sebagian kecil dari ilmu matematika, kemudian dalam kasus tes IQ kita bisa lihat kalau tes tersebut menggunakan rumus matematika dalam memberikan hasilnya. Tes-tes dalam psikologi juga dapat dibuktikan dalam penalaran ilmu matematika.
Statistika ini merupakan ilmu yang mempelajari bagiamana cara merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, mempresentasikan data. Singkat kata statistika ini merupakan ilmu yang banyak diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu, baik itu kehidupan sosialnya maupun ilmu yang harus diterapkan untuk mengetahui manusia tersebut, dari berbagai sudut pandang pada psikologi. Dalam praktek-praktek atau tes-tes psikologi seperti psikotes statistika juga digunakan untuk melihat hasil dalam bentuk angaka . Statistika juga merupakan hitungan untuk mendapatkan kuantitatif dalam membuat skala psikologi setelah melakukan tes psikologi hasil yang didapat setelah tes, diakumulasikan dengan sebelum tes.
Selain itu kita juga bisa pikirkan lebih kedepan kalau matematika dan psikologi sangat penting dalam psikologi,atau bisa dibilang saling berhubungan ,mengapa?
Karena psikologi juga membutuhkan bidang matematika yang bertujuan untuk mengukur kemampuan akurasi, kalkulasi, estimasi, dan ketelitian prilaku seseorang
Dibawah ini adalah contoh lain keterkaitan aplikasi matematika dengan psikologi atau implementasinya  ,dan materi-materi yang ada didalam bidang matematika yang berhubungan dengan psikologi,antara lain :
1.      Berhitung Cepat , mengapa ?
Berhitung cepat disini biasa dipelajari dalam bidang matematika, tetapi juga berguna dalam psikologi, yang bertujuan untuk mengukur kemampuan akurasi,kalkulasi dan estimasi seseorang.Selain itu, bisa juga untuk mengukur ketelitian serta ketahanan berpikir seseorang yang terkait dengan kinerja seseorang .kadang yang dipergunakan dalam berhitung cepat adalah seperti penjumlahan,pengurangan,pembagian dan perkalian.

2.      Deret Angka
Deret angka adalah susunan angka atau huruf yang memiliki pola tertentu.
Deret angka pun dipelajari dalam matematika tapi juga berhubungan dengan psikologi dan bisa dipelajari .deret angka disini digunakan untuk mengetahui daya ingat dan ketelitian seseorang.

3.      Gambar
Gambar yang dimaksud adalah gambar yang menggunakan bangun-bangun yg terdapat dimatematika.seperti lingkaran,segitiga,kotak,kubus,balok dll.mempelajari gambar disini bertujuan untukmengukur kemampuan seseorang yang berhubungan dengan bentuk bentuk,gambar-gambar,atau symbol-simbol untuk menekankan pada sistematika  berpikir logis dan ketahanan berpikir.

4.      Matematika berpola
Matematika berpola disini untuk menguji kemampuan pwnalarab dan kemampuan berhitung dengan pola tertentu melalui angka-angka pada gambar/bentuk tertentu
5.      Statistik
Statistik disini utuk mengukur  daya fikir,keseimbangan berpikir, daya ingat serta ketelitian seseorang.
Didalam  materi ini kita dapat mengetahui IQ dan daya pikir manusia apakah lemah,kuat,atau sebaliknya.
Diatas tadi adalah hubungan-hubungan materi  atau teori yang ada didalam bidang matematika,jika Kita sering mengikuti-mengikuti tes psikologi pasti anda pernah menemukan soal soal yang tercantum diatas tadi.

Matematika juga penting dalam tes tes psikologi.Disini juga akan membahas tentang tes-tes psikologi yang menggunakan matematika.seperti,
·         Tes intelegensi
·         Tes IQ
·         Tes bakat atau bakat skolastik
·         Tes psikotes melamar pekerjaan serta tes psikotes dalam PNS

Seperti halnya yang ada matematika dalam tes-tes psikologi,seperti tes IQ, tes Intelegensi,tes bakat,antara lain :
·         Tes Pemikiran Numerik
Tes ini dilakukan untuk menguji kecepatan,kekonsistenan, dan keakuratan menjawab soal dalam bentuk bilangan-bilangan yang ada dimatematika.biasanya berbentuk barisan atau deret,baik memanjang secara vertical maupun memanjang secara mendatar atau bias juga mengisi angka-angka dalam kolom atau kotak kotak kosong  yang harus diisikan
·         Tes Pemikiran Perseptual
Tes ini merupakan salah satu bentuk tes dan tes irama bergambar.tes ini paling sering diujikan oleh perusahaan ,maksudnya tidak lain adalah untuk menyaring calon karyawan yang baik.Didalam ini perusahaan ingin melihat bagaimana ketelitian,kecepatan,dan kepribadian yang dimiliki peserta tes  terutama dalam berpikir dengan symbol-simbol,mengenai keprinadian yang ingin dilihat disini bukanlah kepribadian utama/yg permanen melainkan hanya kepribadian sesaat atau pada saat itu.
·         Tes Kemampuan Spasial
Dslsm tes ini adalah tes gambar,baik berirama maupun tidak.tujuanya untuk menggali bagaimana mudahnya anda “melihat” dan memanipulasi potongan-potongan dan figure figure dalam ruang mengenai “jenis” soal tes ini  dapat beragam jenis .salah satunya adalah pemikiran cepat  memindahkan potongan2 gambar 2 dimesi menjadi 1 bangun 3dimensi secepat yg anda mampu.Dalam contoh anda hanya memilih salah satu jawaban yang sesuai.
·         Tes Berhitung cepat
Disini tes ini diberikan selembar kertas yang seperti kertas Koran yang berisi penuh dengan angka-angka yang akan dijumlahkan debgan cepat ,baik. Dan benar.
Tes ini bertujuan untuk menguji kecepatan berhitung  dan keseimbagan otak atau cara berpikir

Study kasus :
Contoh kasusnya adalah seorang psikolog akan mengukur sikap seseorang terhadap game online pada saat ini, setelah itu psikolog akan membuat alat ukurnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang berbentuk angket, misalnya “apakah anda setuju dengan berkembanganya game online pada saat ini ?” jawaban yang ada pada angket tersebut contohnya “ya, karena……” “tidak, karena…”, setelah itu angket tersebut disebarkan pada lingkungan tertentu misalkan dilingkungan kampus. Setelah itu lalu kita kumpulkan data tersebut dan analisa hasilnya, setelah itu kita simpulkan hasil dari angket yang telah disebarkan tadi dengan menggunakan ilmu statistika.
Hubungan antara matematika dan psikologi atau implementasinya tentunya sudah pasti sangat erat, terutama di zaman modern ini. Karena itulah evolusi matematika dapat dipandang sebagai sederetan abtraksi yang selalu bertambah banyak, atau perkataan lainnya perluasan pokok masalah. Abstraksi mula-mula, yang juga berlaku pada kebanyakan binatang, adalah tentang bilangan : pernyataan bahwa dua apel dan dua jeruk (sebagai contoh) memiliki jumlah yang sama.

C.      Pengertian EQ (Emotional Quotient)
Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai : “himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.”
Goleman menjelaskan kecerdasan emosi (Emotional Intelligence) adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Menggunakan ungkapan Howard Gardner kecerdasan emosi terdiri dari dua kecakapan yaitu intrapersonal intelligence dan interpersonal intelligence.
Sebagai contoh, ketika teman sekelas mendapat nilai jelek. Apa yang dapat kita lakukan? Jika nilai kita bagus, tapi kita diam saja ini bisa pertanda nilai EQ kita rendah. Tapi ketika Kita mencoba menghibur teman kita tersebut, dan tetap memberinya semangat, berarti nilai EQ kita tinggi.
Begitulah EQ itu bekerja dan berperan memberikan kesuksesan dalam diri kita. EQ dan komunikasinya yang baik mampu meberikan apresiasi ke dalam diri sendiri dan orang lain. EQ membantu kita menjadi seseorang yang siukses dalam bersosial dan berkehidupan. Banyak orang yang memposisikan kecerdasan emosional ini di bawah kecerdasan intelektual. Tetapi, penelitian mengatakan bahwa kecerdasan ini lebih menentukan kesuksesan seseoranng dibandingkan dengan IQ. Dari pernyataan serta bukti-bukti real bisa disimpulkan bahwa EQ adalah kecerdasan yang digunakan manusia untuk berhubungan dan bekerja sama dengan manusia  lainnya. EQ seseorang dipengaruhi oleh kondisi dalam dirinya sendiri dan masyarakatnya, seperti adat dan tradisi. Potensi EQ manusia lebih besar dibanding IQ.
Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional. Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan.
            Sebuah model pelopor lain yentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututan  dan tekanan lingkungan.
            Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut  sebagai kecerdasan emosional.
Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari :”kecerdasan antar pribadi yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.”
Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antar pribadi itu mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain.” Dalam kecerdasan antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia mencantumkan “akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku”.
            Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.
            Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan mahasiswa  untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.
Konsep Kecerdasan Emosional

1.      KE (kecerdasan emosional) adalah kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri,  dan bertahan menghadapi frustrasi, menghadapi dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan , mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdoa.. KE ini dikategorikan dalam lima wilayah:

a.          Mengenali emosi diri yakni kesadaran diri mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Seorang Samurai di Jepang menantang seorang pendeta untuk menjelaskan konsep surga dan neraka. Tetapi pendeta itu menjawab dengan mengejek; Kau hanyalah orang bodoh, saya tidak mau menyia-nyiakan waktu untuk orang seperti kamu. Merasa dihina, samurai itu naik darah, lalu menghunus pedangnya, kemudian berteriak; Saya dapat membunuhmu sekarang juga. Lalu pendeta itu menjawab; Itulah neraka. Samurai itu takjub mendengarnya, lalu menjadi tenang dan menyarungkan pedangnya sambil mengucapkan terima kasih kepada pendeta itu atas penjelasannya. Kemudian sang pendeta berkata; Itulah surga. Kesadaran medadak si Samurai tentang amarahnya sendiri menggambarkan pengenalan perasaannya sendiri. Ajaran Socrates mengatakan bahwa; Kenalilah dirimu sendiri menunjukkan inti KE di mana terjadi kesadaran akan perasaan diri sendiri sewaktu perasaan itu timbul.

b.          Mengelola suasana hati yakni menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dan terkendali. Mengelola suasana hati bertujuan untuk menjaga keseimbangan emosi, bukan menekan emosi. Kehidupan tanpa nafsu bagaikan padang pasir netralitas yang datar dan membosankan, terputus dan terkucil dari kesegaran itu sendiri. Emosi harus wajar, keselarasan antara perasaan dengan lingkungan. Apabila emosi terlalu ditekan, terciptalah kebosanan. Bila emosi tidak dikendalikan, terlalu ekstrim dan terus menerus, emosi akan menjadi sumber penyakit seperti depresi berat, cemas berlebihan, amarah yang meluap-luap, serta gangguan emosional yang berlebihan (mania).

c.          Memotivasi diri sendiri yakni menata emosi dalam bentuk kendali emosi, menahan diri terhadap kepuasan, mengendalikan dorongan hati. Gangguan emosional dapat mempengaruhi kehidupan mental. Rasa cemas, marah atau depresi mengakibatkan kesulitan dalam berkreasi. Emosi negatif dapat membelokkan perhatian agar selalu tertuju kepada emosi itu sendiri, menghalangi usaha memusatkan perhatian kepada hal-hal yang lain. Sesungguhnya, salah satu pertanda bahwa perasaan telah keluar jalur dan mengarah menjadi penyaki. Bila perasaan begitu kuatnya sehingga mengalahkan pikiran-pikiran lain terus menerus menyabot upaya-upaya memusatkan perhatian pada hal-hal yang sedang dihadapi. Motivasi didukung oleh kondisi perasaan antusiasme, gairah dan keyakinan diri dalam mencapai prestasi dalam bekerja kondisi  flow menjadi sesuatu yang menakjubkan.

d.         Mengenali emosi orang lain yakni berempati. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri. Semakin terbuka kita kepada emosi diri sendiri, semakin trampil kita membaca perasaan orang lain. Kemampuan berempati yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain. Ketiadaan empati dapat terlihat pada psikopat kriminal, pemerkosaan dll. Biasanya emosi jarang diungkapkan dengan kata-kata, lebih sering dengan isyarat. Kunci memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan nonverbal; nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah dan sebagainya. 90 persen atau lebih pesan emosional bersifat nonverbal.

e.          Membina hubungan yakni menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi. Membina hubungan memerlukan ketrampilan sosial yang berlandaskan kemampuan mengelola suasana hati dan empati. Dengan landasan ini, ketrampilan berhubungan dengan orang lain akan matang. Ini merupakan kecakapan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan. Jika kecakapan ini tidak dimiliki akan berakibat pada ketidakcakapan dalam dunia sosial atau berulangnya bencana antar pribadi. Sesungguhnya, karena tidak dimilikinya ketrampilan ini menyebabkan orang-orang yang otaknya encer, sering gagal membina hubungan karena penampilan angkuh, mengganggu atau tak berperasaan. Kemampuan ini memungkinkan seseorang membentuk hubungan untuk menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina kedekatan, meyakinkan dan mempengaruhi serta membuat orang-orang lain merasa nyaman.

Goleman mengutip Salovey menempatkan menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan memperluas kemapuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu :
a.   Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.
b.   Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam  menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.
c.   Memotivasi Diri Sendiri
Presatasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.
d.   Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman. kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
            Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuiakan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah beraul, dan lebih peka. Nowicki, ahli psikologi menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus menerus merasa frustasi. Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain. 
e.   Membina Hubungan
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi. Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.
Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi. Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana mahasiswa  mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian mahasiswa  berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis mengambil komponen-komponen utama dan prinsip-prinsip dasar dari kecerdasan emosional sebagai faktor untuk mengembangkan instrumen kecerdasan emosional
D.      Unsur-unsur EQ
Kecerdasan emosi merupakan kemampuan mengelola hati atau perasaan diri dalam menghadapi permasalahan kehidupan baik yang berkaitan dengan diri sendiri, manusia dan lingkungan sekitar. Kemudian,unsur-unsur apa saja yang menyusun kecerdasan emosi seseorang.
Setidaknya ada 5 ranah yg menjadi unsur pembangun EQ seseorang, yaitu:
1.        Ranah intrapribadi, yang berupa:
a.    Kesadaran diri (mengenali perasaan diri, mengapa merasakan seperti itu, bagaimana pengaruh perilaku kita terhadap orang lain)
b.    Sikap asertif (kemampuan menyampaikan pikiran, apa yang kita rasa secara jelas, membela diri dan mempertahankan pendapat)
c.    Kemandirian (kemampuan mengarahkan dan mengendalikan diri, tidak tergantung orang lain)
d.   Penghargaan diri (kemampuan mengenali kekuatan/kelebihan maupun kelemahan/ kekurangan diri serta mampu menyukai diri apa adanya)
e.    Aktualisasi diri (kemampuan mewujudkan potensi diri, merasa senang akan prestasi diri).
2.        Ranah antar pribadi, meliputi unsur :
a.    Empati (kemampuan memahami pikiran dan perasaan orang lain, melihat permasalahan dari sudut pandang orang lain)
b.    Tanggung jawab sosial (kemampuan menjadi bagian dari anggota masyarakat, bekerja sama, memberi manfaat )
c.    Ranah adaptasi, meliputi beberapa unsur yaitu:
·      Uji realitas (mampu melihat segala sesuatu apa adanya, bukan seperti yang kita inginkan atau kita takuti)
·      Fleksibel (mampu menyesuaikan perasaan, pikiran dan tindakan)
·      Pemecahan masalah (kemampuan mengidentifikasi, memilih tindakan, dan menerapkan tindakan untuk menyelesaikan masalah)
·      Ranah pengendalian stres, meliputi: ketahanan menanggung tekanan dengan tenang, fokus, bertahan/bertindak secara konstruktif
·      Ranah suasana hati umum, meliputi : rasa optimis mempertahankan sikap positip yang realistis, mensyukuri kehidupan, menyukai diri/orang lain, penuh semangat dan bergairah dalam setiap aktivitas.

E.       Implementasi EQ dalam Pembelajaran Matematika
Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar. Kenyataannya, ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi. Menurut Goleman, kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ).
Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi. Matematika disebut sebagai ratunya ilmu. Jadi matematika merupakan kunci utama dari pengetahuan-pengetahuan lain yang dipelajari di sekolah. Maka sering kali kita mendengar bahwa matematika itu sulit, padahal kesulitan itu bisa diatasi apabila didukung dengan banyaknya latihan dirumah, mungkin bukan hanya matematika saja yang perlu latihan di rumah pada pelajaran lain pun sama. Tujuan dari pendidikan matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah menekankan pada penataan nalar dan pembentukan kepribadian (sikap) siswa agar dapat menerapkan atau menggunakan matematika dalam kehidupannya  Dengan demikian matematika menjadi mata pelajaran yang sangat penting dalam pendidikan dan wajib dipelajari pada setiap jenjang pendidikan.
Setiap individu mempunyai pandangan yang berbeda tentang pelajaran matematika. Ada yang memandang matematika sebagai mata pelajaran yang menyenangkan dan ada juga yang memandang matematika sebagai pelajaran yang sulit. Bagi yang menganggap matematika menyenangkan maka akan tumbuh motivasi dalam diri individu tersebut untuk mempelajari matematika dan optimis dalam menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat menantang dalam pelajaran matematika. Sebaliknya, bagi yang menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit, maka individu tersebut akan bersikap pesimis dalam menyelesaikan masalah matematika dan kurang termotivasi untuk mempelajarinya. Segala problem atau masalah anak yang merasa ada kesulitan terhadap penyelesaian pada pelajaran matematika dapat diatasi dengan bimbingan dan perhatian dari orang tua.
Orang tua harus selalu menyediakan waktu untuk menyelesaikan masalah anak, sehingga anak terbimbing dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami dalam pelajaran. Menurut Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, membuat satu konsep bahwa “Kecerdasan emosional” dianggap akan dapat membantu siswa dalam mengatasi hambatan-hambatan psikologis yang ditemuinya dalam belajar. Kecerdasan emosional yang dimiliki siswa sangat berpengaruh terhadap hasil belajar, karena emosi memancing tindakan seorang terhadap apa yang dihadapinya. Pembelajaran matematika merupakan pengembangan pikiran yang rasional bagaimana kita dapat mereflesikan dalam kehidupan sehari-hari.


Aplikasi Kecerdasan Emosional (KE) Dalam Pembelajaran

Pembelajaran di PT melibatkan sejumlah komponen, komponen manusia, prosedur atau sistem, peralatan, materi dan komponen lingkungan. Komponen manusia antaralain terdiri dari dosen, mahasiswa termasuk juka pelaksana administrasi. Mengefektifkan faktor manusia dalam mengintegrasikan seluruh komponen pembelajaran, dibutuhkan kondisi KE yang baik. Dosen, mahasiswa dan pelaksana administrasi menjalankan tugasnya atas tuntutan KE di samping KI. Bagaimana menciptakan pertumbuhan KE sangat tergantung dari upaya dosen menerapkan prinsip-prinsip KE dalam interaksinya dengan mahasiswa. Begitu pula para pelaksana administrasi dalam memberikan pelayanan untuk mendukung proses pembelajaran bermutu. Pelayanan yang bermutu adalah pelayanan yang dikemas dengan nuansa KE. Dosen, mahasiswa maupun pelaksana administrasi.
Misalnya, apakah masing-masing (dosen, mahasiswa dan staf pelaksana administrasi) yang terlibat dalam proses pembelajaran menyadari perasaan yang sedang dialaminya saat proses itu terjadi? Apakah dia sedang jengkel, marah, sedih, takut dan lain sebagainya itu? Apakah saat pembelajaran itu mereka memiliki kemampuan mengelola emosinya? Apakah mereka mampu memotivasi diri mereka sendiri? Apakah mereka masing-masing dapat memahami dan berusaha memahami perasaan satu sama lain? Apakah dalam suasana itu masing-masing mampu membina hubungan yang baik? Kemampuan untuk melakukan itu semua, tergantung pada kualitas KE mereka sendiri.

F.     Kecerdasan Spiritual (SQ)
Istilah ini digagas oleh Danar Zohar dan Ian marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford University. Dikatakn bahwa kecerdasan spiritual adalah sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.
Kecerdasan ini terletak dalam suatu titik yang disebut dengan God Spot. Mulai populer pada awal abad 21. Kepopulerannya mulai diangkat oleh Danar Zohar dalam bukunya Spiritual Capital dan berbagai tulisan seperti The Binding problem karya Wolf Singer.
Menurut sebuah penelitian, kunci terbesar seseorang adalah EQ yang dijiwai dengan SQ. Banyak seseorang yang di PHK dari pekerjaanya bukan karena mereka tidak pintar, bukan karena mereka tidak pintar mengoperasikan sesuatu, bahkan bukan karena ketidakmampuaannya berkomunikasi. Tetapi karena tidak memiliki integritas, tidak jujur dan tidak bertanggung jawab. Inilah gambaran bagaimana SQ masih belum bekerja di banyak sistem di bumi ini. 
Ketika orang-orang bertanya tentang makna jihad akbar itu, Rasul Saw. Menjawab “Jihad melawan diri sendiri.”
Penelitian yang melibatkan ratusan perusahaan dan eksekutif dalam bisnis, menunjukkan pentingnya spirit. Salah satu faktor penentu sukses bisnis adalah kesadaran spirit. Yakin bahwa bisnis ini bermakna bagi diri, keluarga, negara, dan masa depan umat manusia. Sebaliknya, kekeringan makna spirit justru mngancam beberapa perusahaan. Mereka sukses dari ukuran luar tetapi gersang dari dalam. Lebih jauh lagi, spirit justru menarik semua pihak untuk terus mencapai yang lebih sempurna.
Dimensi spiritual adalah inti kita, pusat kita, komitmen kita pada sistem nilai kita. Daerah yang amat pribadi dan amat sangat penting. Dimensi ini memanfaatkan sumber yang mengilhami dan mengangkat semangat kita dan mengikat kita pada kebenaran tanpa batas waktu mengenai aspek humanitas. Dan orang melakukannya dengan cara yang sangat berbeda.
Dalam catatan pribadinya, Covey memberi pernyataan yang menarik. Saya percaya bahwa ada bagian dari sifat manusia yang tidak dapat dicapai melalui undang-undang atau pendidikan, tetapi memerlukan kekuatan tuhan untuk mengatasinya. Saya percaya bahwa sebagai manusia, kita tidak dapat menyempurnakan diri kita sendiri. Sampai tingkat dimana kita menyelaraskan diri kita dengan prinsip yang benar, anugerah ilahi akan diserahkan pada sifat kita sehingga memungkinkan kita memenuhi ukuran ciptaan kita. Dalam kata-kata TeilHard de Chardin, “Kita bukan manusia yang memiliki pengalaman spritual. Kita adalah makhluk spiritual yang memiliki pengalaman.”          

Pengertian SQ
Kecerdasan spiritual (SQ) adalah “Kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kta yang berhubungan dengan kearifan di luar ego, atau jiwa sadar. Menurut Sinetar, “Kecerdasan Spiritual adalah kecerdasan yang mendapat inspirasi, dorongan dan efektivitas yang terinspirasi, theis-ness atau penghayatan ketuhanan yang didalamnya kita semua menjadi bagian.”
            Sementara menurut khalil khavari, kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi nonmaterial kita—ruh manusia. Inilah intan yang belum terasah yang kita semua memilikinya. Kita harus mengenalinya seperti apa adanya, menggosokan sehingga berkilap dengan tekad yang besar dan menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi.
            IQ adalah kecerdasan manusia yang, terutama, digunakan manusia untuk berhubungan dengan dan mengelola alam. Sedangkan EQ adalah kecerdasan manusia yang, terutama, digunakan manusia untuk berhubungan dan bekerja sama dengan manusia lainnya.
            Potensi EQ manusia lebih besar dibanding IQ. Sedangkan SQ adalah kecerdasan manusia yang digunakan untuk “berhubungan” dengan tuhan. Potensi SQ setiap orang sangat besar, dan tak dibatasi oleh faktor keturunan, lingkungan, atau materi lainnya.
            Menerapkan SQ
            SQ telah “menyalakan” kita untuk menjadi manusia seperti adanya sekarang dan memberi kita potensi untuk “menyala lagi”—untuk tumbuh dan berubah, serta menjalani lebih lanjut evolusi potensi manusiawai kita.
            Kita menggunakan SQ untuk menjadi kreatif. Kita menghadirkannya ketika ingin menjadi luwes, berwawasan luas, atau spontan secara kreatif.
            Kita menggunakan SQ untuk berhadapan dengan masalah eksistensial—yaitu saat kita secara pribadi meras terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran, dan masalh masa lalu kita akibat penyakit dan kesedihan. SQ menjadikan kita sadar bahwa kita memiliki masalah eksistensial dan membuat kita mampu mengatasinya—atau setidak-tidaknya bisa berdamai dengan masalah tersebut. SQ memberi kita semua rasa yang “dalam” menyangkut perjuangan hidup.
            SQ adalah pedoman saat kita berada “di ujung”. Masalah-masalah eksistensial yang paling menantang dalam hidup berada di luar yang diharapkan dan dikenal, di luar aturan-aturan yang telah diberikan, melampaui masa lalu, dan melampaui sesuatu yang kita hadapi. Dalam teori kekacauan (Chaos) , “ujung” adalah perbatasan antara keteraturan dan kekacauan, antara mengetahui diri kita atau sama sekali kehilangan jati diri. “ujung” adalah suatu tempat bagi kita dapat menjadi sangat kreatif. SQ, pemahaman kita yang dalam dan intuitif kita akan makna dan nilai, merupakan petunjuk bagi kita saat kita berada di “ujung”. SQ adalah hati nurani kita.
            Kita dapat menggunakan SQ untuk lebih cerdas secara spiritual dalam beragama. SQ membawa kita ke jantung segala sesuatu, ke kesatuan di balik perbedaan , ke potensi di balik ekspresi nyata. SQ mampu menghubungkan kita dengan makna dan ruh esensial di belakang semua agama besar. Seseorang yang memiliki SQ tinggi mungkin menjalankan agama tertentu, namun tidak secara picik, eksklusif, fanatik, atau prasangka. Demikian pula, seseorang yang ber-SQ tinggi dapat memiliki kualitas spiritual tanpa beragama—secara literal—sama sekali.
            SQ memungkinkan kita menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dan orang lain. Daniel Goleman telah menulis tentang emosi-emosi intrapersonal atau di dalam diri, dan emosi-emosi interpersonal—yaitu yang sama-sama dimiliki kita maupun orang lain tau yang kita gunakan untuk berhubungan dengan orang lain. Namun, EQ semata-mata tidak dapat membantu kita untuk menjembatani kesenjangan itu. SQ adalah yang membuat kita mempunyai pemahaman tentang siapa diri kitadan apa makna segala sesuatu bagi kita, bagaimana semua itu memberikan suatu tempat di dalam diri kita kepada orang lain dan makna-makna mereka.    

                                               








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa IQ merupakan kecerdasan intelektual kecerdasan yang terdapat di bagian cortex. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan yang diukur secara real tetapi tidak bisa menentukan keberhasilan seseorang. IQ seseorang juga dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor tertentu. Implementasi IQ dalam matematika adalah sebagian bahan pengajaran atau mengukur kecerdasan seseorang secara sistematis. Seperti halnnya tes IQ.
Sementara EQ merupakan kecerdasan emosional, kecerdasan untuk mengatur dirinya sendiri. Mengatur keadaan sehingga emosi dapat terjaga. Kecerdasan ini sering digunakan manusia untuk berhubugan dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Implementasi EQ dalam pembelajaran matematika adalah menjadikan EQ sebagai solusi dalam hambatan-hambatan dalam pembelajaran matematika. Seperti halnya motivasi bahwa matematika dapat di bilang mudah atau bisa kita cerna dengan kecrdasan emosional.
Dari pembahasan tersebut kita dapat mengetahui IQ dan EQ sungguhlah penting dalam kehidupan kita keduanya sangat berhubungn. Begitu pun dengan SQ. Ketiganya sangat berhubungan erat dalam mengarungi kehidupan yang lebih baik. Tentunya apabila di atur dengan baik pula.   

B.     Saran
Dengan Selesainya Pembuatan makalah ini saya berharap dapat memahami secara mendalam tentang IQ dan EQ. Tentunya pembuatan makalah ini diharapkan bemanfaat untuk orang lain atau setidaknya untuk diri sendiri. Kritik dan saran sangat diperlukan sekali dalam kesempurnaan makalah ini, sebab tanpa adanya kritik dan saran maka saya tidak akan mengetahui kesalahan dan kekurangan makalah ini. Saya berharap ada kritik dan saran yang dapat saya terima.  




DAFTAR PUSTAKA
n  Satiadarma, M. P. Dan F. E. Waruwu. (2003). Mendidik Kecerdasan. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
n  Uno, H. B. Dan M. K. Umar. (2009). Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
n  Nggermanto, Agus. (2003). Quantum Quotient (Kecerdasan Quantum): Cara Praktis Melejitkan IQ, EQ, dan SQ Secara Harmonis. Bandung: Penerbit Nuansa.
n  Manfaat, Budi. (2010). Membumikan Matematika dari Kampus ke Kampung. Cirebon: Eduvision Publishing
n  Yunsirno. (2010). Keajaiban Belajar. Pontianak: Pustaka Jenius Publishing.
n  http://arnimabruria.blogspot.com/2012/08/faktor-yang-mempengaruhi-inteligensi.html



Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar